THOHAROH (BERSUCI), HADATS, NAJIS
Bersuci merupakan membersihkan diri, pakaian, dan tempat dari segala hadats dan najis. Cara agar suci dari hadats yaitu dengan melakukan mandi wajib, wudhu, atau tayammum. Agar suci dari najis harus menghilangkan kotoran yang ada dibadan, pakaian, dan tempat bersangkutan.
Air yang digunakan juga harus suci yaitu air bersih baik dari laut, yang keluar dari bumi (air sumur, sungai, telaga), maupun air yang turun dari langit (air hujan, air embun, dan salju) yang belum dipakai.
Ditinjau dari hukumnya, air dibagi menjadi empat, yaitu :
- Air mutlak, yaitu air suci yang dapat dipakai untuk mensucikan, sebab belum berubah sifat (bau, rasa dan warna).
- Air Musyammas, yaitu air suci yang dapat digunakan untuk mensucikan, namun makruh digunakan. Seperti air bertempat di logam yang bukan emas, dan terkena panas matahari.
- Air Musta’mal, yaitu air suci tapi tidak bisa dipakai untuk mensucikan, karena sudah dipakai bersuci, meskipun air itu tidak berubah warna, bau, rasa.
- Air Mutanajis, yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah (216 liter). Air tersebut tidak suci dan tidak dapat dipakai mensucikan.
Ada satu macam air yang suci dan dapat mensucikan, namun haram untuk dipakai yaitu air yang diperoleh dengan cara ghosob (mengambil air tanpa izin pemiliknya / mencuri).
HADATS
Hadats adalah suatu keadaan tidak suci dan tidak dapat dilihat tapi wajib disucikan demi kesucian ibadah. Hadats dibagi 2, yaitu :
- Hadats kecil
Yang termasuk hadats kecil yaitu keluarnya sesuatu dari dubur Kentut atau buang air besar dan qubul (buang air kecil), menyentuh lawan jenis yang bukan muhrim, dan tidur nyenyak. Cara mensucikannya harus wudhu atau tayammum. - Hadats besar
Yang termasuk hadats besar yaitu keluarnya air mani, bersetubuh, menstruasi atau nifas (keluar darah karena melahirkan). Cara mensucikannya dengan mandi wajib.
NAJIS
Najis adalah suatu benda kotor menurut syara’ (hukum agama). Benda-benda najis antara lain :
- Darah dan nanah
- Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang
- Anjing dan Babi
- Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul
- Minuman keras
- Bagian/anggota badan binatang yang terpotong dan sebagainya sewaktu masih hidup
Najis menurut tingkatannya, antara lain :
- Najis ringan (mukhoffafah) yaitu air kencing bayi lelaki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis. Siti aysyah ra. Menceritakan seorang bayi lelaki yang masih menetek diserahkan kepada Rosulullah SAW, lalu bayi itu kencing di pangkuan beliau. Maka Rasulullah saw. Meminta air untuk menuangkannya kebekas air kencing bayi tersebut. Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya pakaian dicuci jika terkena air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air jika terkena kencing anak lelaki.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim)
- Najis sedang (mutawashitho) yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul manusia dan hewan, barang cair memabukkan dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang) serta susu, tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan.
Najis mutawashitho dibagi dua, antara lain:
a) Najis I, yaitu yang berwujud, misalnya kotoran manusia atau binatang
b) Najis hukmiyah, yaitu najis tidak berwujud. Misalnya bekas air kencing dan arak yang sudah mengering.
Cara menghilangkan najis mutawashitho cukup dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najisnya (warna, bau, dan rasa) hilang.
- Najis berat (mugholladhoh), yaitu najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dengan air bercampur tanah. Muhammad Rosulullah saw. Bersabda “Jika bejana salah seorang diantara kalian dijilat anjing, cucillah tujuh kali dan salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim)
Selain ketiga jenis diatas, ada salah satu najis lagi, yaitu najis ma’fu (najis yang dimaafkan). Antara lain nanah dan darah yang keluar sedikit, debu, dan air dari lorong-lorong yang memercik sedikit dan sulit dihindarkan.
*Makruh : jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala
Sumber Artikel ini di ambil dari buku :
Judul : Buku Pintar Agama Islam Edisi Yang Disempurnakan
Penulis : Syamsul Rijal Hamid
Penerbit : CAHAYA SALAM
Judul : Buku Pintar Agama Islam Edisi Yang Disempurnakan
Penulis : Syamsul Rijal Hamid
Penerbit : CAHAYA SALAM
“Siapa yang menyampaikan satu ilmu dan orang membaca mengamalkannya maka dia akan beroleh pahala walaupun sudah tiada.”
Jangan lupa comment ya guys :)
3 comments:
Terima kasih infonya
nice info
bersih bersih
Post a Comment